Rabu, 07 Maret 2012

Bahasa Indonesia 2 #

Tema : Penalaran
Struktur :
BAB .1.PENDAHULUAN
BAB.2.LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
BAB.3.METODE PENELITIAN
BAB.4.HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN
Bab.1.Pendahuluan
1.1 Latar belakang masalah :
Pada dasarnya penalaran merupakan aspek mendasar dalam memahami berbagai masalah yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari – hari,untuk itulah tulisan ini dibuat,agar masyarakat pembaca sekalian mengetahui dengan jelas tujuan dan makna penalaran,agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari terutama dalam aspek penalaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bab.2.Pembahasan isi secara keseluruhan
2.1Penjabaran isi secara keseluruhan :
Pengertian Penalaran :
Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan.
1. Prinsip dan unsur penalaran :
Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk menulis penulisan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah
2. Menulis Sebagai Proses Penalaran
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik kita harus berpikir, mcnghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya. Dalam bab ini akan dibahas aspek penalaran dalam karangan.
3. Berpikir dan Bernalar
Setiap saat selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita selalu berpikir. Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.
4. Penalaran lnduktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai sernua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala ditarik berdasarkan pengamatan terhadap sejurnlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
5. Penalaran Deduktif
Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan itu.
6. Penalaran dalam karangan ilmiah
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa suatu tulisan sebagai basil proses bernalar mungkin merupakan basil proses deduksi, induksi, atau gabungan keduanya. Dengan demikian suatu paparan dapat bersifat deduktif, induktif, atau gabungan antara kedua sifat tersebut. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan/umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan umum lainnya.
Dalam praktek proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam satuan–satuan tulisan yang merupakan paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan umum membentuk kalimat utama yang mengandung gagasan utama yang dikernbangkan dalarn paragraf itu. Dengan demikian ada paragraf deduktif de-ngan kalimat utama pada awal paragraf, paragraf induktif dengan kalimat utama. Proses deduktif dan induktif itu juga diterapkan dalam mengembangkan seluruh karangan. Paragraf-paragrat deduktif dan induktif mungkin dipergunakan secara bergantian, bergantung kepada gaya yang dipilih penulis sesuai dengan efek dan tekanan yang ingin diberikannya. Karya ilmiah merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif, Kedua proses itu terlihat secara jelas
1. Penalaran Induksi :
1.1 Penalaran induksi generalisasi
1.2 Penalaran induksi analogi
1.3 Penalaran induksi sebab-akibat / akibat-sebab
2. Penalaran Deduksi
2.1 Penalaran deduksi dengan satu premis
2.2 Silogisme
2.3 Entimen
2.4 Deduksi yang salah
3. Dengan penalaran kita mudah menarik kesimpulan
Penalaran ada dua macam :
1. Penalaran Induksi :
1.1 Penalaran induksi generalisasi
1.2 Penalaran induksi analog
1.3 Penalaran induksi sebab-akibat / akibat-sebab
2. Penalaran deduksi :
2.1 Penalaran deduksi dengan satu premis
2.2 Silogisme
2.3 Entimen
2.4 Deduksi yang salah
A. Penalaran Induksi
Penalaran induksi adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus. Penalaran induksi dapat digambarkan dalam diagram berikut
1.1. Penalaran Induksi Generalisasi
Pada penalaran ini kita memerlukan fakta-fakta yang bersifat khusus tentu saja memiliki kesamaan, kemudian kita hubung-hubungkan sehingga mendapatkan kesimpulan.
Contoh :
Emas apabila dipanaskan memuai. Perak apabila dipanaskan memuai. Perunggu apabila dipanaskan memuai. Begitu pula dengan besi, alumunium, platina, apabila dipanaskan memuai. Semua jenis logam dipanaskan memuai.
Pengiriman surat permohonan gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik, pembuktian, putusan hakim. Hal tersebut merupakan kasus perdata.

1.2. Penalaran Induksi Analogi
Dalam penalaran induksi analogi kita membandingkan dua hal atau lebih yang banyak persamaannya. Kita dapat menarik kesimpulan apabila sudah ada persamaan dalam berbagai segi, akan ada pula persamaan dalam bidang yang lain.
1.3. Penalaran Induksi Sebab-akibat/ Akibat –sebab
Hubungan sebab-akibat mulai dari beberapa fakta yang menjadi sebab yang kita ketahui. Dengan menghubungkan fakta yang satu yang lain dapatlah kita sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat dari fakta itu, atau sebaliknya.
Contoh penalaran induksi sebab-akibat :
Korupsi, kolusi, dan nepotisme mengakibatkan reformasi.
Contoh penalaran induksi akibat-sebab :
Setiap umat hidup rukun. Setiap bangsa Indonesia memiliki adat istiadat. Setiap warga Negara berdeda pendapat tetapi satu tujuan. Setiap warga bermusyawarah untuk mufakat. Setiap bangsa Indonesia memperoleh keadilan yang merata. Ini karena pancasila berusaha menjamin hidup di Indonesia.
2. Penalaran deduksi :
1.1 Penalaran deduksi dengan satu premis
Contoh diambil dari surat Ali Imron ayat 185
Kebakhilan dan Dusta serta balasannya
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Siapa pun orangnya dijauhkan dari neraka dan dimasukan ke dalam surge, maka sunggguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.
Paragraf di atas terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama terdiri dari klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas dapat dijadikan premis :
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
Kesimpulan
1. Manusia akan merasakan mati.
2. Hewan akan merasakan mati.
3. Tumbuh-tumbuhan akan merasakan mati.
4. Makhluk hidup akan merasakan mati.
5. Benda mati tidak akan merasakan mati.
6. Bukan makhluk hidup apabila tidak akan merasakan mati.
7. Benda mati sudah pasti mati.

1.1 Penalaran Deduksi dengan dua premis / silogisme.
1.1.1 Silogisme Kategorial
1.1.2 Silogisme Hippotesis
1.1.3 Silogisme Alternatif

Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yagn menghubungkan dua proposisi yang berlainan untuk memperoleh inferensi yang menjadi pernyataan ketiga. Kedua proposisi yang telah ada disebut premis sedangkan proposisi yang dihasilkan dari inferensi disebut konklusi.

Proposisi : Pernyataan
Inferensi : simpulan yang disimpulkan
Konklusi : kesimpulan yang diperoleh berdasarkan metode berfikir induktif atau deduktif
Silogisme positif

Contoh :

PU : Setiap pihak yang mengingkari janji akan mendapat risiko untuk digugat oleh pihak yang
A B
dirugikan.
PK : Si Badu mengingkari janji
C A
K : Si Badu akan mendapatkan risiko untuk digugat oleh pihak yang dirugikan.
C B
PU : Setiap orang yang berkulit hitam yang dikenai tuduhan pembunuhan atas petugas dalam insiden di Amerika Serikat dijatuhi hukuman mati di Philadelpia.
A B
PK : Mumia Abdul Jamal dikenai tuduhan pembunahan atas petugas dalam insiden di AS.
C B
K : Mumia Abdul Jamal dijatuhi hukuman mati di Philadelpia.
C B
E : Munia Abu Jamal dijatuhi hukuman mati di Philadelpia karena ia dikenai tuduhan pembunuhan atas petugas dalam insiden di AS
Silogisme negatif
Contoh :

PU : Setiap penderita diabetes tidak boleh memakana makanan yang banyak mengandung gula.
A ≠ B
PK : Pak Iwan ayahku penderita diabetes.
C ≠ A
K : Pak Iwan tidak boleh memakan makanan yang bnyak mengandung.
C ≠ B

PU : Setiap pengendara bermotor harus memiliki SIM.
A B
PK : Pak Uci bukan pengendara kendaraan bermotor.
C ≠ A
K : Pak Uci tidak wajib memiliki SIM.
C ≠ B
Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang harus dibuktikan kebenarannya atau keputusan yang kebenarannya berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Hipotesis sering seiring dengan reori da kebenarannya diuji lewat penelitian dengan mengumpulkan data empiris berupa fakta-fakta.
Empiris artinya bedasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan percobaan, pengamatan yang telah dilakukan.
Dalam penelitian teori dan fakta memegang peranan penting. Teori berperan untuk :
1. Mengarahkan penelitian.
2. Merangkum keberadaan fakta.

Fakta berperan untuk :
1. Mempertajam atau memperkuat teori.
2. Menimbulkan teori baru.
3. Menolak teori.
Kesimpulan

Dari penjelasan tersebut pernyataan-pernyataan yang dijadikan premis / proposisi harus merupakan fakta.
Premis harus benar karena proposisi yang benar menghasilkan kesimpulan yang benar. Dan proposisi yang salah menghasilkan kesimpulan yang salah.
Penalaran sebagai cara merumuskan kesimpulan harus melalui latihan. Data / fakta-fakta yang dihubungkan harus dapat dibuktikan kebenarannya, karena penalaran induksi maupun penalaran deduksi termasuk kedalam jenis karangan argumentasi.

DAFTAR PUSTAKA


Firman, M. Bahasa Indonesia 2B dan 2C. Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara, 1977.

Kosasih, E. Kompetensi Ketata Bahasaan. Cermat Berbahasa Indonesia. Cetakan 1. Bandung : CV. Yaama Widya, 2002.

0 komentar:

Posting Komentar